GRIT

Polemik Abadi Diperbarui: Prabowo Resmi Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, Pro-Kontra Membelah Publik

JAKARTA— Dalam rangka Peringatan Hari Pahlawan 10 November, Presiden Prabowo Subianto secara resmi menetapkan sepuluh tokoh nasional sebagai Pahlawan Nasional 2025. Keputusan yang paling memantik sorotan publik adalah penganugerahan gelar tersebut kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, serta, secara simbolis, kepada aktivis buruh yang kontroversial, Marsinah, dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Penetapan Soeharto, yang memerintah selama 32 tahun era Orde Baru, segera memicu gelombang perdebatan yang membelah masyarakat.

Dasar Penetapan: Jasa Revolusi dan Pembangunan

Menteri Kebudayaan dan Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada rekam jejak perjuangan Soeharto di masa revolusi dan kontribusinya pada pembangunan nasional:

Jasa Militer: Keterlibatan aktif dalam Serangan Umum 1 Maret, pertempuran Ambarawa dan Semarang, serta peran sebagai Komandan Operasi Mandala untuk merebut Irian Barat.

Jasa Pembangunan: Keberhasilan menekan inflasi 600% pada awal masa jabatannya dan program pembangunan lima tahunan yang diklaim mampu mengentaskan kemiskinan.

Menanggapi kritik keras terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan dugaan korupsi, Fadli Zon menegaskan bahwa semua itu masih berupa dugaan dan tidak ada proses hukum yang tuntas yang secara langsung melibatkan mantan Presiden Soeharto.

Reaksi Keluarga dan Kritik Sejarawan

Keluarga besar Cendana, yang diwakili oleh putra ketiga Soeharto, Bambang Trihatmodjo, dan putri sulung, Tutut Soeharto, menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada Presiden Prabowo. Tutut Soeharto menyatakan bahwa pro-kontra dalam masyarakat adalah hal yang wajar dan meminta semua pihak untuk tetap menjaga persatuan.

Namun, keputusan ini menuai kritik tajam dari kalangan akademisi. Sejarawan Universitas Nasional, Andi Achdian, menilai penetapan Soeharto bersamaan dengan Marsinah (aktivis buruh yang tewas di era Orde Baru) sebagai langkah simbolik yang paradoksal. Hal ini menunjukkan adanya pertentangan narasi sejarah yang secara bersamaan diakui oleh negara.

Penetapan gelar ini menggarisbawahi upaya pemerintah untuk menyeimbangkan pengakuan sejarah, meskipun hal itu berarti membuka kembali perdebatan panjang mengenai warisan kekuasaan Orde Baru.

What's your reaction?

0
AWESOME!
AWESOME!
0
LOVED
LOVED
0
NICE
NICE
0
LOL
LOL
0
FUNNY
FUNNY
0
EW!
EW!
0
OMG!
OMG!
0
FAIL!
FAIL!

Comments

Leave a Reply