
Jakarta, 15 September 2025 – Publik Indonesia tengah dihebohkan dengan peristiwa unik sekaligus kontroversial: pengibaran bendera bajak laut One Piece di beberapa titik ruang publik, termasuk area kampus, alun-alun kota, hingga acara komunitas. Fenomena ini langsung memantik diskusi hangat mengenai makna simbolik bendera tersebut serta dampaknya terhadap norma, hukum, dan identitas kebangsaan.
Bagi para penggemar anime dan manga One Piece, bendera dengan lambang tengkorak khas “Straw Hat Pirates” bukan sekadar gambar bajak laut. Ia dipandang sebagai simbol kebebasan, persahabatan, dan keberanian mengejar mimpi, sebagaimana nilai yang diceritakan dalam serial legendaris karya Eiichiro Oda.
Sejumlah komunitas penggemar menilai pengibaran bendera itu sebagai bentuk ekspresi budaya pop global yang menegaskan bahwa generasi muda Indonesia semakin terbuka terhadap nilai kebebasan berekspresi.
Namun, tidak sedikit masyarakat yang menganggap pengibaran bendera One Piece di ruang publik, terutama di lokasi resmi atau mendampingi bendera merah putih, sebagai tindakan tidak pantas.
Pihak pro berargumen bahwa bendera ini hanyalah ekspresi kreatif, simbol fandom, dan bagian dari kebudayaan populer yang tak merugikan siapa pun.
Pihak kontra menilai pengibaran bendera fiksi di ruang publik dapat menimbulkan salah tafsir, melecehkan simbol kenegaraan, bahkan dianggap mengaburkan nasionalisme generasi muda.
Beberapa insiden kecil dilaporkan terjadi, seperti perdebatan antara mahasiswa dengan aparat keamanan kampus ketika bendera One Piece dikibarkan di samping bendera merah putih. Ada pula laporan bahwa di salah satu daerah, warga menurunkan paksa bendera tersebut karena dianggap meresahkan.
Meski tidak menimbulkan kerusuhan besar, konflik simbolik ini menjadi cerminan gesekan antara ekspresi budaya global dengan norma lokal.
Isu ini bahkan merambah ke ranah politik.
Sejumlah anggota DPR menilai fenomena ini sebagai bukti bahwa generasi muda mencari simbol-simbol baru yang merepresentasikan kebebasan mereka.
Politikus konservatif menegaskan bahwa "tidak ada bendera selain merah putih yang layak dikibarkan di ruang publik resmi," dan meminta aparat menindak tegas jika ada pengibaran yang dianggap mengganggu ketertiban.
Sebaliknya, politikus muda dari beberapa partai menganggap peristiwa ini sebagai alarm penting bagi negara untuk lebih dekat dengan dunia anak muda melalui pendekatan budaya pop.
Pengamat budaya pop, Dr. Arif Setiawan, menilai bahwa fenomena ini adalah contoh bagaimana budaya global merasuk ke ruang publik Indonesia. “Bendera One Piece tidak harus dilihat sebagai ancaman, tapi sebagai peluang untuk memahami imajinasi dan aspirasi generasi muda,” ujarnya.
Sementara itu, ahli hukum tata negara memperingatkan bahwa penggunaan bendera non-resmi di area publik perlu dibatasi agar tidak menimbulkan multitafsir terkait posisi hukum dan etika simbol kebangsaan.
Fenomena pengibaran bendera One Piece di Indonesia menunjukkan adanya tarik ulur antara ekspresi budaya pop global dan nilai nasionalisme tradisional. Apakah hal ini sekadar tren sesaat atau sinyal perubahan identitas generasi muda, masih menjadi perdebatan hangat. Yang jelas, peristiwa ini membuka ruang diskusi baru mengenai cara bangsa ini menghadapi derasnya arus globalisasi budaya.
Comments
Leave a Reply