Dalam dialognya — “Timaeus” dan “Critias” — Plato menggambarkan Atlantis sebagai peradaban pulau yang maju, kaya, dan memiliki angkatan laut kuat, yang kemudian musnah dalam semalam akibat keserakahan dan hukuman dewa. Atlantis disebut terletak di “luar Pilar Hercules” (dipahami sebagai Selat Gibraltar).
Meski kisah itu menggetarkan imajinasi banyak orang, mayoritas arkeolog dan sejarawan menyatakan bahwa tidak ada bukti fisik atau arkeologis konkret yang mendukung keberadaan Atlantis — tak satu pun reruntuhan, artefak, atau situs yang dapat diverifikasi sebagai bagian dari Atlantis
Beberapa teori alternatif sempat muncul: dari lokasi di Laut Tengah, pesisir Spanyol, hingga wilayah bawah laut di Antarktika. Ada juga klaim-klaim yang menempatkan "Atlantis" di dekat perairan Asia, seperti Laut Jawa. Namun semua teori ini tetap bersifat spekulatif karena tidak didukung data ilmiah yang meyakinkan.
Para peneliti skeptis menilai cerita Atlantis kemungkinan besar adalah karya sastra / alegori filosofi milik Plato — yang bertujuan menyampaikan kritik moral dan peringatan terhadap kesombongan dan korupsi dalam pemerintahan, alih-alih mendokumentasikan sejarah nyata.
Meski demikian, legenda Atlantis terus hidup — memancing rasa penasaran masyarakat global, inspirasi teori konspirasi, serta pencarian “peradaban hilang” di berbagai sudut dunia. Ini menunjukkan bahwa kekuatan naratif dan keinginan manusia akan misteri masih kuat, meskipun ilmu telah menetapkan batas verifikasi.
Kisah Atlantis tetap menjadi simbol kekuatan imajinasi manusia — lebih dari sekadar catatan sejarah, Atlantis berfungsi sebagai cermin dan peringatan moral. Hingga hari ini, tanpa bukti arkeologis yang kredibel, Atlantis tetap berada di jalur mitos dan legenda.
Comments
Leave a Reply