Sebuah studi komprehensif yang dilakukan akademisi Universitas Kyoto berhasil mengubah perspektif dunia tentang dua ikon supernatural Jepang: Oni dan Yokai. Melalui analisis naskah era Heian, folklor Ainu, hingga arsip ritual Shinto, para peneliti menemukan bahwa makhluk-makhluk ini bukan sekadar hasil imajinasi masyarakat, melainkan representasi dari dinamika sosial pada masa lampau.
Penelitian itu menjelaskan bahwa Oni, yang digambarkan sebagai makhluk bertubuh besar dengan kekuatan luar biasa, pada dasarnya adalah metafora bagi kelompok pemberontak atau suku-suku yang tidak tunduk kepada kekuasaan kekaisaran. Ciri khas Oni seperti mata merah dan kulit gelap dianggap sebagai bentuk demonisasi politis yang bertujuan menanamkan ketakutan dan memperkuat legitimasi penguasa.
Di sisi lain, Yokai dipandang sebagai manifestasi kolektif dari kecemasan masyarakat agraris pada masa kuno. Fenomena alam yang sulit dijelaskan—seperti kabut yang tiba-tiba muncul, angin malam yang menggema, wabah penyakit, hingga sungai yang meluap—kerap dipersonifikasikan menjadi makhluk misterius. Narasi-narasi tersebut kemudian berkembang menjadi folklor yang diwariskan hingga zaman modern.
Para ilmuwan budaya menilai bahwa temuan ini membuka peluang untuk menerapkan pendekatan serupa terhadap mitologi dari berbagai negara. Banyak pakar juga menilai bahwa studi ini memantik minat baru dalam preservasi dan digitalisasi naskah kuno Jepang yang sebelumnya jarang diakses.
Dengan munculnya penelitian ini, Oni dan Yokai dipandang tidak lagi hanya sebagai elemen fantasi, tetapi juga sebagai kunci memahami kondisi sosial, politik, dan spiritual masyarakat Jepang ribuan tahun lalu.
Comments
Leave a Reply