By Roy Wijaya
Indosnews — Di Antara Halal dan Haram: Dilema Vasektomi & Bantuan Sosial di Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, berencana menjadikan kepesertaan program Keluarga Berencana (KB) sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima berbagai bantuan, mulai dari beasiswa hingga bantuan sosial dari provinsi. Menurut Dedi, langkah ini bertujuan agar bantuan pemerintah lebih merata dan tidak hanya menumpuk pada satu keluarga, baik untuk bantuan kesehatan, kelahiran, maupun bantuan lainnya.
“Seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan, bantuan non-tunai—keluarga dia lagi, dia lagi,” ujar Dedi di Bandung.
Dedi mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan jalan keluar atas permasalahan keluarga tidak mampu yang banyak melakukan persalinan dengan operasi sesar, yang biayanya sedikitnya Rp 25 juta. “Uang segitu bisa untuk bangun rumah. Makanya berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup menafkahi dengan baik,” tambahnya.
Rencana kebijakan ini disampaikan Dedi dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk “Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah” di Pusdai Jawa Barat, yang dihadiri Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Desa PDTT Yandri Susanto, Kepala BKKBN Wihaji, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Dalam kesempatan itu, Dedi menekankan bahwa KB, khususnya vasektomi (Metode Operasi Pria/MOP), akan menjadi syarat untuk menerima bantuan sosial, karena banyak keluarga pra-sejahtera memiliki anak banyak tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka.
“Pak Menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak, sampai harus bayi tabung bayar Rp 2 miliar tetap tidak punya anak. Saya pernah menemukan keluarga dengan 22 anak, ada juga yang 16 anak. Di Majalengka saya bertemu anak-anak jualan kue, ternyata ibunya sedang hamil anak ke-11,” cerita Dedi.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menekankan pentingnya KB pria karena sering kali perempuan mengalami kendala dalam mengikuti KB, seperti lupa minum pil. Ia juga menegaskan bahwa data penerima bantuan sosial ke depan harus terintegrasi dengan data kependudukan, termasuk status kepesertaan KB. “Kalau sudah ber-KB boleh terima bantuan. Kalau belum, KB dulu. KB-nya harus laki-laki, ini serius,” tegasnya.
Di sisi lain, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) atau BKKBN menyatakan bahwa mereka berpedoman pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2012 terkait vasektomi. Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Wahidin menyebutkan bahwa ada syarat tambahan bagi suami yang ingin menjalani vasektomi: memiliki minimal dua anak, usia minimal 35 tahun, anak bungsu berusia minimal lima tahun, dan persetujuan dari istri. Selain itu, calon peserta juga harus lolos skrining medis.
Berdasarkan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, tahun 2012, MUI memutuskan bahwa vasektomi haram jika tujuannya untuk pemandulan permanen, kecuali bagi mereka yang memiliki alasan syar’i seperti masalah kesehatan.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Abdul Muiz Ali, menjelaskan bahwa keputusan itu diambil berdasarkan pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, serta kaidah ushul fikih.
Dilema Vasektomi & Bantuan Sosial

0 Yorumlar