
π Jakarta, 18 Juli 2025
Di balik dinding kelas yang kaku dan kurikulum yang usang, muncul gelombang senyap dari generasi muda Indonesia: mereka tidak lagi tunduk pada monopoli pengetahuan. Tagar seperti #BelajarSendiri, #FreeKnowledge, hingga #SekolahTanpaGuru berseliweran di dunia digital — sebuah tanda bahwa anarkisme pengetahuan mulai menancapkan akarnya.
Gerakan ini bukan tentang kekacauan, tapi tentang kebebasan.
Tentang hak setiap manusia untuk memahami dunia tanpa harus membayar mahal, tunduk pada dogma, atau mengikuti sistem yang mengalienasi kreativitas.
“Kita tidak anti sekolah, kita anti penjara berpagar ijazah,” ujar Ayu, 22 tahun, pendiri Perpustakaan Jalanan Mandiri di Jogja. Ia dan komunitasnya mendistribusikan buku, modul open-source, dan video pembelajaran ke kampung-kampung lewat sepeda motor.
Di banyak universitas, akses ilmu ditentukan oleh dompet. Bahan ajar dikunci di balik sistem e-learning berbayar. Pengetahuan menjadi komoditas — bukan hak dasar.
Namun platform terbuka seperti GitHub, Z-Library, Sci-Hub, hingga forum-forum Discord dan Telegram menjadi senjata generasi baru: mereka menduplikasi, membagikan, dan menciptakan ulang buku-buku langka, jurnal akademik, hingga silabus alternatif.
“Ini bentuk perlawanan. Kami menyalin untuk bertahan,” kata Raka, mahasiswa teknik elektro yang membuat repositori publik 12GB berisi materi kuliah seluruh semester ITB.
Anarkisme pengetahuan tidak hanya terjadi di ruang digital. Di Bandung, komunitas Sanggar Bebas menyelenggarakan kelas filsafat, ekologi, dan ekonomi kerakyatan — tanpa dosen, tanpa nilai, dan tanpa formalitas.
“Kami belajar karena cinta, bukan karena ujian,” kata Fira, penggerak komunitas.
Mereka mempraktikkan peer-to-peer learning, debat terbuka, hingga eksperimen sosial — jauh dari model pendidikan vertikal yang mematikan daya kritis.
Anarkisme pengetahuan bukan sekadar tren — ia adalah bentuk pembangkangan terhadap sistem yang membatasi imajinasi. Dalam masyarakat informasi, otoritas tak lagi tunggal. Buku bisa ditulis ulang, teori bisa diuji ulang, dan pendidikan bisa dibentuk ulang oleh siapa pun.
Narahubung Redaksi: redaksi@indosnews.com
REFRENCE:
Asal: Jogja, Bandung, Makassar, dan berbagai kota
Deskripsi: Komunitas independen yang membawa buku-buku ke ruang publik — trotoar, taman kota, pasar malam.
Filosofi: “Ilmu untuk semua, tanpa syarat.”
Referensi:
Instagram: @perpustakaanjalanan
Buku: Perpustakaan Jalanan, Melawan Lupa dan Pasar (Penerbit Jalasutra)
Deskripsi: Dua situs yang menyediakan akses bebas ke buku dan jurnal ilmiah yang umumnya terkunci di balik paywall akademik.
Filosofi: "Ilmu bukan milik segelintir orang."
Referensi:
https://sci-hub.se (mirroring aktif)
https://z-lib.org (akses terbatas di beberapa negara)
Deskripsi: Inisiatif pendidikan terbuka berbasis komunitas dan semangat anarkis dalam pendidikan.
Referensi:
Buku: Deschooling Society oleh Ivan Illich – karya klasik anarkis tentang pembebasan pendidikan.
Contoh:
Forum “Belajar Bareng” (Indonesia)
Channel Telegram “Open Education Resources (OER)”
Group Discord “Akademi Merdeka” — ruang diskusi alternatif yang tidak formal
Buku:
The Ignorant Schoolmaster – Jacques Rancière
Anarchist Pedagogy: Collective Actions, Theories, and Critical Reflections on Education – Ed. Robert H. Haworth
Filosofi: Pendidikan tidak netral — ia selalu menjadi alat kontrol atau pembebasan.
"Schooling the World" (2010)
Kritik terhadap sistem pendidikan global yang menghapus budaya lokal.
"Pirate Education" – dokumenter pendek seputar gerakan berbagi buku digital underground.
Isi: Kritik radikal terhadap institusi sekolah. Illich menyatakan bahwa sistem pendidikan formal menciptakan ketergantungan pada otoritas dan menghambat pembelajaran sejati.
Kutipan penting:
“The school system makes people confuse teaching with learning, grade advancement with education, a diploma with competence.”
Akses: PDF bebas tersedia via Monoskop
Ide pokok: Seorang guru tidak harus lebih pintar untuk memandu murid. Semua manusia memiliki kecerdasan yang setara, dan pendidikan sejati bersifat horizontal.
Konsep utama: “Intellectual equality”
Isi: Kompilasi esai tentang metode pembelajaran yang menghapus hierarki dan otoritarianisme dalam pendidikan.
Fokus: Peer learning, mutual aid, komunitas belajar mandiri.
Akses: PM Press
Tokoh kunci: Alexandra Elbakyan (Kazakhstan)
Misi: Membebaskan akses ke jurnal akademik dan penelitian ilmiah dari kapitalisme pengetahuan.
Situs:
Deskripsi: Basis data jutaan buku digital dalam berbagai bidang. Akses gratis terhadap literatur yang sering dikunci secara legal.
Status: Telah diblokir di beberapa negara karena tekanan hukum.
Mirror: via Telegram atau Tor.
Kota aktif: Yogyakarta, Bandung, Makassar, Malang, Denpasar
Prinsip: Akses pengetahuan di ruang publik tanpa seleksi ekonomi atau akademik.
Aktivitas: Diskusi filsafat, baca puisi, distribusi buku, kursus jalanan.
Referensi:
Artikel: Perpustakaan Jalanan dan Perlawanan Ilmu — Tirto.id
Web: https://www.p2pu.org
Deskripsi: Platform pendidikan terbuka yang mengusung semangat belajar tanpa otoritas tetap, terbuka bagi siapa saja untuk belajar dan mengajar.
Contoh:
“Akademi Merdeka” Discord
“Open Edu Resources ID” di Telegram
Koleksi buku dan silabus di GitHub repositori open-source milik mahasiswa Indonesia
Tujuan: Meretas distribusi ilmu secara horizontal.
Prinsip: Tidak mengenal nilai, absensi, atau ujian. Belajar berdasarkan minat dan solidaritas komunitas.
Referensi:
Wawancara komunitas “Sanggar Otonom” di kanal YouTube Kolektif Hysteria
Dokumen PDF: “Sanggar, Bukan Sekolah” (Hysteria Publishing, 2021)
Sutradara: Carol Black
Isi: Kritik terhadap sistem pendidikan modern yang menghilangkan akar budaya dan menggantinya dengan kurikulum global.
Free to watch di YouTube.
Topik: Aktivisme underground dalam menyebarkan buku digital, file pendidikan, dan software edukasi.
Tautan: YouTube Vice Channel (judul: Pirate Education)
Ivan Illich:
“Most learning is not the result of instruction. It is rather the result of unhampered participation in a meaningful setting.”
Alexandra Elbakyan (Sci-Hub):
“Scientific knowledge belongs to humanity. Everyone has the right to access it.”
Jacques Rancière:
“To teach something to someone is first to show him he can learn it by himself.”
The Educational Legacy of Ivan Illich – Journal of Philosophy of Education
Open Access and the Politics of Knowledge – MIT Press
Anarchist Education and the Modern School – Historical Studies in Education
Catatan:
Simbol tersebut adalah huruf A yang dilingkari lingkaran—dikenal sebagai CircleβA, representasi visual paling terkenal dari filosofi anarkisme Wikipedia+2Academia Lab+2Reddit+2rival.la+2Wikipedia+2Wikipedia on IPFS+2.
Huruf A berasal dari kata anarkhia (Yunani: tanpa penguasa/otoritas).
Lingkaran O dibaca sebagai huruf O dari kata Order (ketertiban).
Bersama, simbol ini menyampaikan moto “Anarchy is Order”—bagian dari gagasan Proudhon yang menyatakan bahwa ketertiban dan solidaritas alami bisa terwujud tanpa otoritas hierarkis Wikipedia+1Wikipedia on IPFS+1Vogue Industry+3rival.la+3Reddit+3Wikipedia on IPFS+10anarchistfederation.net+10anarchism.net+10.
Simbol ini mulai dipopulerkan oleh gerakan anarko-punk sejak akhir 1960-an hingga 1970-an—seperti band Crass di Inggris—dan menjadi ikon protes punk serta gerakan sosial global rival.la+4Wikipedia+4HiSoUR+4.
Comments
Leave a Reply